×

TOPENG MALANGAN

By
Advertisement

Tari Topeng Malang sangat khas karena merupakan hasil perpaduan antarabudaya Jawa Tengahan dan Jawa Timuran (Blambangan dan Osing) sehingga akar gerakan tari ini mengandung unsur kekayaan dinamis dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali. Salah satu keunikannya adalah pada model alat musik yang dipakai seperti rebab (sitar Jawa) seruling Madura (yang mirip dengan terompet Ponorogo) dan karawitan model Blambangan. (Claire Holt. 2000. Melacak Jejak-
jejak Perkembangan Seni Indonesia).
Tari Topeng sendiri diperkirakan muncul pada masa awal abad 20 dan berkembang luas semasa perang kemerdekaan. Tari Topeng adalah perlambang bagi sifat manusia, karenanya banyak model topeng yang menggambarkan situasi yang berbeda, menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya( Drs. Sumarwahyudi, dkk. 1999. Kerajinan Topeng).
Berdasarkan wawancara kepada Pak Karimun ( pengrajin Topeng Malang ), telah kami peroleh informasi tentang sejarah tari ini. Menurutnya, Tari Topeng diciptakan oleh Airlangga ( putra dari Darmawangsa Beguh) dari Kerajaan Kediri. Ia kemudian menyebarkan seni tari itu sampai ke Kerajaan Singosari yang dipimpin oleh Ken Arok.
Raja Singosari itu kemudian menggunakan Tari Topeng untuk upacara adat, drama tari yang terdiri dari kisah Ramayana, Mahabarata, dan Panji. Selain itu, Tari topeng juga digunakan untuk penghormatan pada para tamu dan ritual memuja arwah nenek moyang.
Kemudian pada awal penyebaran agama islam di Indonesia, para Wali Sanga mencoba memperbaiki tari topeng agar dapat disesuaikan dengan aturan agama islam. Diantaranya adalah dengan merubah tata busana Tari Topeng menjadi lebih sopan dan juga mengganti bahan alat musik Tari Topeng ( gamelan ) yang semula dari besi kemudian diganti kuningan.
Tujuan penggantian bahan gamelan Tari Topeng menjadi kuningan adalah untuk memperkeras alunan  musik tari tersebut. Karena dengan alunan yang keras, banyak rakyat yang akan datang ke tempat tarian itu. Dan para Wali Sanga dapat menyebarkan agama islam di tempat itu
Pada saat zaman penjajahan, tari topeng sudah hampir punah. Dan hanya pejabat-pejabat tinggi atau pemerintah Kolonial Belanda saja yang mengerti tentang Tari Topeng. Tetapi ada seorang pelayan Belanda bernama Panji Reni yang ditugaskan mencuci topeng . Ia kemudian tertarik untuk mempelajari tari tersebut.
Akhirnya, ia mencoba membuat topeng di Polowijen, Blimbing dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kemudian, ayah Pak Karimun ( Ki Man ) juga mempelajari Tari Topeng tersebut dan mencoba membuat topeng di Kedung Monggo, kec.Pakisaji, Malang.
Dan pada tahun 1933, Pak Karimun belajar menari topeng bersama ayahnya. Dan akhirnya ia menjadi pengrajin topeng serta pendiri sanggar tari karena takut Tari Topeng akan punah.